Berita

Berita Seputar Sumatera Barat

BeritaKota Padang Panjang

Sidang Lanjutan Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Mamak Kaum Suku Koto Nan Baranam, JPU Hadirkan Ahli dari Labor Forensik

TVRI Sumatera BaratHukum 15 Oktober 2024 JAM 08:29:10 WIB

PADANG PANJANG - Sidang lanjutan pemalsuan tanda tangan Mamak Kaum suku Koto Nan Baranam dengan terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dari Labor Forensik Polda Riau, di Pengadilan Negeri Padang Panjang, Senin, 14 Oktober 2024.

Selain memintai keterangan ahli, dalam agenda sidang ini majelis hakim juga memintai keterangan terdakwa. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Agung Wicaksono dengan dua hakim anggota, Rahmanto Arrtahyat dan Gustia Wulandari.

Ahli yang dihadirkan JPU Ipda Dwiki Zuliyandi dengan jabatan‎ Pamin Urdok Subbidokupal Bidlafor Polda Riau, menyatakan tanda tangan yang menjadi barang bukti dalam perkara ini non identik (pasti berbeda). 

Selain menerangkan beberapa SOP pembuktian tanda tangan palsu ini oleh ahli, majelis hakim juga meminta kepada ahli terkait tanda tangan yang dibuat oleh terdakwa dengan mencontoh tanda tangan pembanding barang bukti.

"Saya sengaja meminta saudara membuat tanda tangan atas saksi Herry Chandra. Ternyata tanda tangan yang saudara tulis sama dengan barang bukti dan berbeda dengan tanda tangan Herry Chandra. Dan itu juga diiyakan langsung oleh Ahli yang mempunyai keilmuan," kata Hakim Ketua Agung Wicaksono.

JPU Edmon Rizal menanyakan kepada ‎ahli, apa saja poin tanda tangan palsu. Ahli menjawab ada empat, salah satunya non identik di dalam perkara ini. Untuk membuktikan tanda tangan itu palsu apakah melewati mekanisme, tanya Edmon kepada ahli. 

"Ada SOPnya pak, 11 point untuk bisa kita buktikan bahwa itu palsu ditambah lagi ada pembanding yang dihadirkan. Dalam perkara ini kita menyimpulkan ada indikasi pelaku mencoba meniru tanda tangan ini," jawab ahli.

Setelah dimintai keterangan ahli, majelis hakim mempersilahkan ahli untuk kembali. Agenda dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Dalam pemeriksaan ini majelis hakim menanyakan kepada terdakwa terkait surat pengakuan jual beli dengan transaksi di tahun 1995 dan 1997. Terdakwa mengaku kalau surat tersebut dibuat oleh Dasriko, namun ketika majelis hakim membacakan BAP terdakwa, berbeda terbalik.

"Sebelum dibacakan BAP ini, anggota saya telah menanyakan kepada saudara apakah BAP ini benar dan tanpa ada tekanan dari penyidik. Saudara menjawab benar, ternyata keterangan saudara berbeda dengan BAP yang kita terima. Di BAP saudara mengakui, namun di persidangan ini saudara menuduh Dasriko," ujar Agung.

"‎‎Kalau bohong jangan sama hakim, jujur sajalah. Jangan terdakwa berkelit lagi," tambah Agung.

Setelah ditanyakan kembali oleh majelis hakim, terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam mengakui kalau surat pengakuan jual beli itu dia mengarahkan dengan si penulis Mega.

"Iya yang mulia, saya membuat. Saya lupa yang mulia," jawab Gema.

Majelis juga menanyakan kepada terdakwa sejak kapan adanya jual beli tanah Pusako tinggi ini, terdakwa menjawab jual beli ini telah ada sejak 2008. Dia mengetahui itu, setelah Mamak Kepala Waris (MK1) dan Mamak Kepala Kaum (MKK) memintanya untuk menginvetarisir dokumen jual beli tanah pusaka tersebut.

"Saya diangkat menjadi datuak panungkek 2012 yang mulia. Pada saat itu saya diminta menginvetarisir seluruh dokumen jual beli tanah. Makanya saya tahu kalau tanah ini telah diperjualbelikan sejak 2008," jawab Gema.

Hakim Ketua Agung Wicaksono juga menanyakan kepada terdakwa, siapa yang menerima uang setiap transaksi jual beli tanah ini. Terdakwa menjawab saudara Rio Fani Fajar (MKW).

Apakah saudara mengetahui adanya penjualan di 1997 tanah yang dibeli Sugiman, tanya hakim. "Saya tidak tahu yang mulia. Setiap transaksi dilakukan oleh MKW, yang mulia," jawab Gema.

Selain itu terdakwa juga ditanyai kenapa Linda Hartini yang mendapat kuasa untuk pengurusan tanah ini. Sementara Linda Hartini bukan bagian dari Kaum Koto Nan Baranam.

"Itu atas permintaan BPN yang mulia, ditambah saya juga sibuk. Makanya saya kuasakan ke istri saya. Saya merupakan konsultan hukum non litigasi untuk pengurusan perkara tanah di Sumatera Selatan, tepatnya di Batu Raja yang mulia," jawab Gema lagi.

Fakta persidangan terdakwa menitik beratkan kesalahan itu ke MKW, Rio Fani Fajar yang saat ini sudah almarhum. Setiap transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh MKW, begitu juga dengan tanda tangan yang dipalsukan‎, mamak kepala waris juga yang melakukan.

"Semuanya mamak kepala waris yang melakukan yang mulia," kata Gema.

"Saudara jangan menitik beratkan kepada orang yang telah meninggal dunia. Daritadi saudara mengarahkan ke MKW," balas Edmon Rizal yang juga Kasi Pidum Kejari Padang Panjang.

Selain itu masih di fakta persidangan terungkap juga tanda tangan pencabutan pemblokiran di BPN Padang Panjang sama dengan tanda tangan yang menjadi barang bukti dalam perkara ini.

JPU Edmon Rizal juga menekankan kepada terdakwa, dalam dakwaan perkara ini, bukan hanya pemalsuan tan‎da tangan saja, tapi juga menggunakan tanda tangan yang telah dipalsukan.

Sementara itu JPU Andrile Firsa juga menanyakan kepada terdakwa Gema Yudha, apakah saudara yang ‎melakukan permohonan penerbitan 74 sertifikat. Dan apakah itu semua dilakukan dibawah tangan. "Iya pak," jawab Gema.

Menjelang sidang usai, JPU Firsa menanyakan kepada terdakwa apakah kenal dengan beberapa orang dari BPN Padang Panjang. JPU sempat menyebutkan beberapa nama kepada terdakwa. Namun terdakwa sebagian lupa dengan nama-nama tersebut.

Persidangan berjalan alot, majelis hakim sempat geram karena keterangan terdakwa yang selalu berkelit dan berubah-ubah. Sidang ditunda Selasa (22/10) mendatang dengan agenda tuntutan.

Wartawan : Tio Furqon Pratama
Editor : REDAKSI PORTAL MEDIA BARU


❝❞ Komentar Anda

Berita Lainnya

Berita Terkini Seputar Sumatera Barat