Berita

Berita Seputar Sumatera Barat

BeritaKota Padang

Dokter Forensik Umumkan Hasil Ekshumasi Jenazah Afif Maulana, Penyebab Kematian Jatuh dari Ketinggian

TVRI Sumatera BaratSeputar Kota Padang 26 September 2024 JAM 06:39:23 WIB

PADANG - Ketua Tim Dokter Forensik, Ade Firmansyah yang menangani kasus kematian Afif Maulana menyimpulkan bahwa remaja 13 tahun yang diduga terlibat dalam aksi tawuran di Padang beberapa bulan lalu itu, meninggal dunia karena jatuh dari ketinggian.

Hal tersebut ia umumkan ke publik setelah pihaknya melakukan ekshumasi jenazah Afif dengan menganalisis sejumlah sampel dan disesuaikan dengan temuan-temuan di TKP serta dokumen penunjang lainnya.

Dari hasil analisis yang dilakukan, tim dokter forensik menemukan perlukaan di beberapa bagian tubuh Afif yang bermuara kepada penyebab kematian Afif Maulana.

"Ada tiga kemungkinan yang kami analisis berdasarkan bukti-bukti alamiah yang ditemukan pada tubuh korban, data-data dari TKP, hasil-hasil pemeriksaan penunjang serta dokumen-dokumen dan kronologis kejadian," ucapnya, saat jumpa pers di Polresta Padang, Rabu, 25 September 2024.

Ade merincikan, tiga kemungkinan penyebab perlukaan pada tubuh Afif yaitu, pertama adalah perlukaan akibat kecelakaan (ketika Afif dan temannya Adit jatuh dari motor saat dikejar polisi), kedua perlukaan akibat jatuh dari ketinggian (jembatan) dan yang ketiga perlukaan yang disebabkan karena adanya dugaan kekerasan atau penganiayaan oleh pihak kepolisian.

"Pertama, jika dikaji dari segi kecelakaan, saat Afif dan temannya Adit jatuh dari motor, informasi yang kami terima saat itu kecepatan motor yang mereka kendarai sekitar 60 hingga 80 km/jam. Lalu, berdasarkan keterangan dari penyidik saat mereka jatuh, Adit mengalami luka lecet pada bahu kiri dan luka robek pada mata kaki kiri. Jadi seharusnya bagi setiap orang yang jatuh dari motor secara bersamaan, akan mendapatkan bahaya yang sama juga, apalagi jika melihat posisi jatuh mereka ke sisi kiri maka sangat mungkin ada luka pada bagian tubuh sebelah kiri," kata Ade.

Namun Ade menyebut, ada hal berbeda yang ditemukan oleh dokter forensik dari perlukaan yang diperoleh Afif akibat kecelakaan tersebut. Yaitu ditemukannya patah tulang iga bagian belakang.

"Dengan kecepatan motor 60 hingga 80 km/jam, maka potensi cedera yang dialami ketika jatuh seharusnya berada pada tubuh bagian depan. Adanya patah tulang iga pada tubuh korban, seharusnya bagian depan atau bagian samping, sementara tulang iga Afif yang patah adalah bagian belakang, sama dengan luka kepala yang ia alami juga pada bagian belakang. Hal ini tidak ada kesesuaian," tuturnya.

Selain itu, juga ditemukan patah pada tulang kemaluan korban pada sisi kanan yang secara keilmuan forensik dikatakan, terjadi akibat energi yang tinggi. Hal ini juga tidak berkesesuaian jika dikaitkan dengan kecelakaan motor yang dialami korban.

"Jadi dengan analisis tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa penyebab Afif meninggal bukan karena jatuh dari motor. Kemungkinan itu kami singkirkan," ucapnya.

Berikutnya, tim forensik menganalisis kemungkinan kedua, yaitu perlukaan pada tubuh Afif yang disebabkan jatuh dari ketinggian, seperti informasi yang beredar sebelumnya bahwa Afif diduga meninggal dunia karena melompat dari jembatan (Kuranji).

"Berdasarkan laporan yang kami terima, kami mendapatkan data terkait berat badan almarhum Afif dan tinggi badan. Kami juga menganalisis dengan menghitung ketinggian jembatan. Dengan begitu, kami bisa memperoleh data Indeks Massa Tubuh (IMT) dan mendapatkan data tentang hal apa yang bisa terjadi pada tubuh seseorang dengan IMT segitu jika jatuh dari ketinggian sekitar 14,7 meter," ucapnya.

Ia melanjutkan, jika dilihat dari sejumlah luka pada jenazah yang dominan berada pada tubuh bagian belakang, maka secara keilmuan forensik, hal ini sesuai dengan mekanisme jatuhnya korban dari ketinggian 14,7 meter yang menyebabkan bagian punggung, iga dan kepala membentur dasar (sungai).

"Jika dihitung dari berat badan dan tinggi badan korban apabila jatuh dari ketinggian 14,7 meter maka tubuh korban akan menerima energi sebesar 7200 joule. Energi potensial sebesar ini telah melebihi batas toleransi tubuh manusia dan jika dilihat dari posisi jatuh korban, maka sesuai dengan luka yang didapat, yakni punggung, iga dan kepala," tambahnya.

Selanjutnya, kemungkinan terakhir yang dianalisis oleh dokter forensik adalah perlukaan pada tubuh korban akibat kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Dikatakan Ade, jika seorang anak meninggal dunia karena mendapat penganiayaan dengan kekerasan tumpul, maka 63% kekerasan tersebut dominan berada pada bagian kepala, sedangkan pada tubuh jenazah ditemukan cedera dominan pada bagian punggung, adapun cedera pada kepala, itupun kepala bagian belakang.

"Sedangkan dari sisi patah tulang iga, posisi tulang iga yang patah itu juga pada bagian belakang, hal ini berbeda dengan kondisi saat seseorang mendapat kekerasan, yang mana patah tulang iga akibat kekerasan itu biasanya pada bagian depan," tuturnya.

Kemudian, patah tulang iga pada tubuh almarhum memiliki pola yang spesifik, dimana tulang iga yang patah dari iga 3 sampai 12 ditemukan dalam kondisi garis patahan yang hampir segaris. Hal ini menunjukkan bahwa patahan tersebut diakibatkan oleh suatu kejadian yang hampir sama dan terjadi secara bersamaan.

"Ini berbeda dengan suatu kondisi dimana patah tulang iga tersebut diakibatkan oleh kekerasan atau penganiayaan. Dalam penganiayaan, tidak mungkin satu orang itu bisa memukul atau menendang dengan kekuatan yang sama dan biasanya menimbulkan adanya patah-patah di lokasi yang acak, tidak di satu lokasi atau segaris," tuturnya.

Jadi secara keseluruhan, berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, maka Ade menyimpulkan bahwa kematian Afif Maulana karena jatuh dari ketinggian yang menyebabkan patah tulang pada iga, punggung dan bagian kepala secara bersamaan.

Menanggapi hasil ekshumasi yang diumumkan oleh tim dokter forensik tersebut, pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang menjadi pendamping keluarga korban menyebut, akan meminta salinan dari hasil yang disampaikan dan akan mempelajarinya lagi.

Diketahui, proses ekshumasi ini melibatkan sejumlah ahli forensik dari Persatuan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) yakni dr. Ade Firmansyah Sugiharto spesialis Forensik Medikolegal RSCM yang bertindak sebagai ketua tim, dr. Baiti Adayati, dr. Rika Susanti spesialis Forensik Medikolegal dari PDFMI Sumbar, dr. Sigid Kirana Lintang Bhima dari Universitas Diponegoro dan dr. Ardiansyah Lubis dari Universitas Sumatera Utara (USU).

Selain itu, juga ada pendampingan dari Brigadir Jenderal (Brigadir Jenderal) Pol Dr.dr. Sumy Hastry Purwanti dan Brigjen Pol (Purn) dr. Pramujoko.

Wartawan : Tio Furqon Pratama
Editor : REDAKSI PORTAL MEDIA BARU


❝❞ Komentar Anda

Berita Lainnya

Berita Terkini Seputar Sumatera Barat